"Apabila Allah menolong kamu, tidak ada yang akan sanggup mengalahkan kamu dan menghinakan kamu. Maka siapakah yang akan menolongmu setelah pertolongan Allah??Dan kepada Allahlah orang yang beriman hendaknya bertawakal."
----------------------------------------------------------------------------------------

Rabu, 20 Februari 2008

MENYIKAPI MARAKNYA KLINIK METHADON

MENYIKAPI MARAKNYA KLINIK METHADON
What must we do?

PENDAHULUAN
Pernah mendengar istilah “klinik methadone” ? Bagi yang pertama kali mendengar mungkin akan meyangka kalau itu adalah upaya terapi / penyembuhan untuk para pengguna narkoba agar lambat laun mereka sembuh dari ketergantungan terhadap barang haram tersebut. Tetapi ternyata klinik methadone didirikan bukan untuk tujuan tersebut. Didirikannya klinik methadon yang akhir-akhr ini marak baik di rumah sakit maupun puskesmas dimaksudkan sebagai substitusi agar para pengguna NAPZA (narkotika dan psikotropika) injeksi atau IDU (Injection Drug User) tidak lagi memakai jarum suntik sehingga diharapkan akan menurunkan angka kejangkitan HIV/AIDS pada pengguna NAPZA. Tetapi benarkah hal tersebut bisa menjadi solusi atau bahkan justru menjadi bumerang bagi generasi bangsa ini? Tulisan ini mencoba membahas berdasarkan fakta yang ada di lapangan serta apa yang seharusnya dilakukan.
.
SEKILAS MENGENAL METHADON
Metadon sendiri merupakan sintetik dari heroin yang ditemukan di Jerman pada saat perang dunia II. Pada saat itu, Metadon digunakan sebagai obat penghilang rasa sakit yang kuat. Methadon termasuk golongan analgetik (pereda nyeri) narkotik sejenis morfin. Methadone biasanya tersedia dalam bentuk tablet, cairan dan injeksi. Dalam dunia kedokteran seperti halnya morfin, methadone digunakan sebagai pereda nyeri hebat yang tidak bisa ditangani dengan obat pereda nyeri biasa. Seperti obat narkotik yang lain, methadone dapat menyebabkan pernafasan melambat setelah penggunaan jangka panjang sebagai pereda nyeri atau jika pemakaian dihentikan tiba-tiba. Oleh karena itu penggunaan methadone hanya boleh digunakan dengan pengawasan ketat dari dokter.
Berikut ini beberapa efek samping yang bisa ditimbulkan akibat penggunaan methadone:
· Nafas pendek
· Halusinasi atau konfusi
· Denyut jantung cepat , nyeri dada, masalah pernafasan,
· Kecemasan, nervouse, atau restless
· Gangguan tidur
· Kelemahan
· Mulut kering, mual muntah, diare, konstipasi, penurunan nafsu makan
· Impotensi atau kesulitan orgasme
Sejak tahun 1964, Metadon digunakan untuk pengguna heroin. Tahap ini kemudian disebut sebagai sejarah baru dimana Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM) resmi dijadikan terapi untuk pengguna heroin. Metode ini kemudian berkembang ke Prancis, Swedia, Inggris, Belanda, Hong Kong, Australia, dan lainnya. Setelah melalui persiapan cukup lama, tahun 2003, Metadon baru resmi digunakan di Indonesia. Pada tahun tersebut, tercatat dua rumah sakit yang melakukannya, yaitu RS Ketergantungan Obat Jakarta dan RSU Sanglah Denpasar.
Tahun 2007 ini pemerintah membuka klinik methadon secara besar-besaran di beberapa wilayah di Indonesia. Untuk wilayah Jawa Barat sendiri selain Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung dalam tahun 2007 klinik methadon didirikan di lima Kabupaten, yaitu Bekasi, Bogor, Cirebon, Tasikmalaya, dan Sukabumi. Untuk wilayah Jakarta Bertepatan dengan hari AIDS Sedunia, Sabtu (1/12), Komisi Penanggulangan AIDS Provinsi atau KPAP DKI Jakarta menambah tempat pelayanan pil metadon di beberapa puskesmas di Jakarta. Antara lain di Puskesmas Cengkareng di Jakarta Barat, Puskesmas Kemayoran di Jakarta Pusat, dan Puskesmas Koja di Jakarta Utara Untuk daerah Jogjakarta, klinik methadone resmi didirikan di RSUP Dr. Sardjito bertepatan dengan hari AIDs sedunia, 1 Desember 2007.

Menurut Direktur Jenderal Pemasyarakatan Depkum HAM, Untung Sugiyono, PTRM (Program Therapi Rumatan Methadon) merupakan salah satu program dari pendekatan harm reduction atau pengurangan dampak buruk penularan HIV/AIDS melalui narkotika suntik. Metadon dilakukan dengan cara diminum. Pembukaan klinik methadon yang tentu saja membutuhkan dana yang tidak sedikit ini terlaksana atas kerjasama KPAN dengan Kemitraan Australia-Indonesia dalam program Indonesia HIV/AIDS Prevention and Care Project (IHPCP).

NAPZA, HIV/AIDS dan SOLUSINYA
Ada dua jalur mengapa para pengguna NAPZA terjangkit HIV/AIDS. Yang pertama penularan melalui jarum suntik yang dipakai bersama dengan sesama IDU yang terjangkit HIV. Jalur yang kedua melalui efek NAPZA sendiri yang cenderung menyebabkan para penggunanya melakukan sex bebas. Dari kedua jalur ini pada faktanya justru jalur kedua yang paling sering terjadi. Klinik methadon dimaksudkan untuk meminimalkan penularan HIV/AIDS melalui jalur pertama saja. Sedangkan efek NAPZA sendiri yang cenderung mengarahkan pelakunya pada sex bebas malah semakin terfasilitasi dengan adanya klinik tersebut.
Ditengah gencarnya upaya pemberantasan NAPZA, pendirian klinik methadon semakin menunjukan tidak adanya kesinkronan diantara program program yang dijalankan pemerintah. Bagaimana tidak, adanya klinik methadon justru membuat para pengguna atau calon pengguna merasa aman mengkonsumsi NAPZA, yang bisa dipastikan akan menambah angka pengguna NAPZA. Hal ini bisa dilihat dari ungkapan pengguna NAPZA sendiri. Dalam harian Sinar Harapan edisi 7 januari 2008, seorang pengguna yang diwawancarai mengatakan bahwa adanya klinik methadon ini sangat memfasilitasi mereka untuk mendapatkan methadon yang efeknya bisa membuat fly sama seperti heroin. Selain harganya lebih murah daripada NAPZA yang lain juga karena dilegalkan sehingga mereka tidak harus berkejaran dengan polisi. Sehingga ada istilah ”daripada nge-fly dengan mete lebih baik nge-fly dengan metha”.
Dalam situs resmi pemerintah untuk penanggulangan NAPZA—BNN (Badan Narkotika Nasional), dikabarkan bahwa Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia (Mabes Polri) mencatat kasus narkotika adalah salah satu jenis kejahatan paling menonjol sepanjang tahun 2007. Terjadi peningkatan jumlah kasus rata-rata 30% per tahun, hingga mencapai sekitar 20.000 kasus selama tahun 2007 saja. Bagaimana nasib generasi bangsa ini di tahun-tahun mendatang dengan adanya klinik methadone? Alih-alih menangani ketergantungan NAPZA, yang dilakukan justru pelegalan NAPZA dengan dalih klinik methadone.
Dalam pandangan Islam sendiri, methadon seperti halnya NAPZA yang lain jelas haram hukumnya. Lalu apa yang harus dilakukan untuk mengatasi NAPZA dan HIV/AIDS? Syariat Islam adalah solusi tuntas untuk semuanya.
A. Saefullah MA. (dosen di Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Ulumul Qur'an, Depok) dalam thesisnya yang berjudul "Narkoba dalam Perspektif Hukum Islam dan Hukum Positif (Sebuah Studi Perbandingan)" menyebutkan ada beberapa solusi yang bisa dilakukan untuk mengatasi NAPZA:
• Upaya pencegahan bisa dilakukan melalui bimbingan agama atau dakwah, terutama oleh pihak-pihak yang terkait dengan persoalan narkoba. Upaya ini akan efektif jika dimulai dari keluarga sebagai komunitas pertama anak mengenal dunia.
• Bagi para pecandu narkoba ada beberapa terapi yang sudah dikembangkan di beberapa daerah di Indonesia, tetapi tidak menjadi program pemerintah.
1. Pertama, pesantren Suryalaya, Tasikmalaya, mengembangkan terapi Inabah, yang meliputi empat cara, yakni bersuci (mandi/berwudlu) talqin (dzikir), ibadah dan do'a, serta disiplin ternyata 93% dari sekitar 5.845 pasien yang berobat disana bisa disembuhkan dan tidak kembali kepada narkoba lagi.
2. Kedua, metode Prof. Dadang Hawari yang disebut terapi detoksifikasi, meliputi terapi medis, psikiatri, dan agama. Prinsipnya adalah berobat dan bertobat.
3. Ketiga, metode taubatan nasuha yang meliputi ilahiah, medis, psikologis dan metapsikologis. Metode metapsikologis maksudnya adalah dalam diri kita ada dua macam energi yakni energi positif dan negatif. Kalau energi positif itu diolah dengan baik, maka energi negatif bisa dikendalikan. Orang yang kecanduan narkoba itu pada hakekatnya bukan fisiknya yang sakit, tapi mentalnya karena itu, mentalnya itu pun harus disembuhkan terlebih dahulu.
• Secara hukum pemakai narkoba dicambuk 40-80 kali cambukan. Kalau sudah empat kali kasus, maka yang empat kalinya ia dihukum mati (hukum bunuh). Hal itu diriwayatkan dalam hadis yang diriwayatkan oleh Abu Dawud. Kalau pemakai saja hukumnya tegas dan berat seperti itu, apalagi produsen. Hukumnya adalah hukuman mati.

Untuk menanggulangi /mencegah penyebaran HIV/AIDS bisa dilakukan dengan beberapa cara:
• Sunat
Badan Kesehatan Dunia (WHO) dan Sekretariat UNAIDS menyatakan bahwa sunat laki-laki sebaiknya dilakukan untuk mencegah infeksi HIV. Pernyataan itu didasarkan pada bukti-bukti yang diajukan oleh para ahli internasional. Penelitian di Kisumu, Kenya; Distrik Rakai, Uganda; dan Orange Farm, Afrika Selatan, menemukan bahwa sunat laki-laki mampu mengurangi risiko infeksi HIV melalui hubungan heteroseksual pada laki-laki sebesar 60%. Sunat laki-laki harus selalu dipertimbangkan sebagai bagian dari paket komprehensif pence-gahan HIV. Namun sunat laki-laki tidak memberi perlindungan menyeluruh terhadap HIV (www.aids-rspiss.com)
• Stop sex bebas dan Penyalahgunaan NAPZA
Sex bebas dan NAPZA merupakan transmisi utama penyebaran HIV/AIDS. Otomatis jika ingin menangani masalah HIV/AIDS, kedua masalah ini juga harus dituntaskan. Sex bebas bisa diberantas dengan larangan pornografi dan pornoaksi, pelarangan pelacuran, menindak tegas pelaku sex bebas dan juga memberi penyadaran agama kepada masyarakat. Adanya klinik methadon (rawat jalan) jelas tidak menyelesaikan kedua masalah ini.
• Cegah penularan melalui cairan tubuh ODHA
Upaya ini bisa dilakukan dengan mencegah campur baurnya ODHA dengan masyarakat luas. ODHA bisa ditempatkan di tempat khusus dengan tetap mendapatkan perawatan dan pemenuhan kebutuhan hidupnya. Hal ini sekaligus meminimalkan terjadinya infeksi opportunistik pada ODHA. Sedangkan ODHA yang terinfeksi karena sex bebas dia harus ditindak tegas seperti halnya hukuman untuk para pezina.
Kalau begitu apakah substitusi methadon tidak boleh dilakukan pada pengguna NAPZA?? Substitusi NAPZA dengan obat sejenis yang memiliki efek kerja jangka panjang (long acting, misal methadon, subutex), bisa saja dilakukan dengan tujuan untuk membantu pengguna NAPZA agar dapat lepas dari ketergantungan secara bertahap. Cara ini dilakukan melalui rawat inap dan pengawasan ketat dan penurunan dosis secara bertahap sampai akhirnya tidak memakai sama sekali. Terapi ini tentu saja harus dikombinasi dengan penyadaran dan pendidikan agama, agar pengguna tidak kembali lagi menggunakan NAPZA setelah berhasil disembuhkan. Wallohua’lam..

Daftar Bacaan

1. Majalah Farmacia.com 13 September 2007. Jawa Barat Akan Menambah Tempat Layanan Metadon. Tanggal akses 4 Januari 2008.
3. Oneworld.com. Therapi Rumatan Methadon di Indonesia. 6 April 2007. tanggal akses 4 Januari 2007
4. www.aids-rspiss.com
5. Lembar informasi Yayasan spiritia . 11 November 2007.
6. Bnn.go.id . 2007 Narkoba menonjol. Tanggal akses 4 Januari 2008
7. Republika. 12 Desember 2007. Narkoba Lebih dari Sekedar Khamar . A. SAEFULLAH
8. Al Islam edisi 381. HIV/AIDs, Kondomisasi dan Bahaya Sex Bebas.
9. Makalah Proposal Workshop HIV/AIDs oleh ForMI-t