"Apabila Allah menolong kamu, tidak ada yang akan sanggup mengalahkan kamu dan menghinakan kamu. Maka siapakah yang akan menolongmu setelah pertolongan Allah??Dan kepada Allahlah orang yang beriman hendaknya bertawakal."
----------------------------------------------------------------------------------------

Kamis, 13 November 2008

KEBIJAKAN

Dimanapun kita berada kita tidak akan pernah lepas dari yang namanya kebijakan. Entah itu kebijakan di tingkat keluarga, tingkat desa, tingkat kecamatan, kabupaten, propinsi maupun kebijakan negara. SEmakin tinggi hirarki institusi maka kebijakan tersebut akan semakin besar artinya karena yang dipertaruhkan bukan hanya kepentingan sendiri tapi juga kepentingan orang banyak yang ada di institusi itu sendiri.
Awalnya saya mengira intervensi kepentingan pribadi pada kebijakan institusi hanya terjadi pada orang-orang yang memang nuraninya sudah tercemari, orang-orang yang sudah tidak punya lagi istilah ketulusan dalam kamus hidupnya. Pendek kata orang-orang yang layak mendapat predikat aktor KKN saja. Bagaimana tidak dia tega mempertaruhkan nasib orang-orang yang seharusnya dia perjuangkan nasibnya, hanya karena iming-iming keuntungan pribadi yang ujung-ujungnya kembali pada masalah klasik-UANG.
HAl seperti itulah yang kemudian membuat saya punya image negatif pada orang yang meraih sesuatu-entah itu jabatan ataupun peluang- karena faktor kedekatan dengan orang dalam. Bukankah itu berarti menutup peluang bagi orang lain yang meski punya potensi tapi tidak punya koneksi? Itu sama saja bahwa nantinya sebuah jabatan maupun peluang hanya akan dimiliki oleh kelompok itu-itu saja. Yang jadi pejabat, ya orang-orang dekat pejabat. Yang jadi dokter ya anak-anaknya para dokter. Yang bisa berkembang ya hanya orang-orang yang dekat dengan pimpinan. Sementara orang-orang lain yang sebenarnya punya potensi, harus terkalahkan hanya karena kebetulan keluarganya bukan pejabat, atau karena tidak punya uang untuk suap atau karena kebetulan tidak satu "kelompok" dengan pimpinan. IRONIS!!! Itukah yang disebut keadilan?Menurut saya itu lebih tepat disebut kebijakan yang tidak bijak.
Seorang teman, senior saya pernah berkata bahwa hubungan interpersonal atau pertemuan informal bisa menjadi jalan munculnya kebijakan. Sebagai uslub pendekatan atau lobying saya sepakat. Tetapi ketika itu sudah menjadi toriqoh sepertinya ada sesuatu yang harus diperbaiki dalam mindset kita.
Yang kemudian saya pertanyakan apa gunanya peraturan, jika semuanya akan fine hanya dengan kedekatan dengan pimpinan ?
Setelah terjun ke dunia kerja, saya paham bahwa di dunia kerja selain kepandaian akademik atau prestasi kerja yang namanya HAM juga sangat penting. Tetapi saya tidak sepakat kalau HAM menjadi satu-satunya penilaian. Apalagi jika yang dimaksud HAM, adalah hubungan dengan pimpinan. Wallohua'lam...