"Apabila Allah menolong kamu, tidak ada yang akan sanggup mengalahkan kamu dan menghinakan kamu. Maka siapakah yang akan menolongmu setelah pertolongan Allah??Dan kepada Allahlah orang yang beriman hendaknya bertawakal."
----------------------------------------------------------------------------------------

Jumat, 29 Agustus 2008

CRYING DAYS...

Alhamdulillah...aku masih bisa nulis lagi di sini. Meneruskan cerita hari-hari tanpa listrik hari ini sudah menginjak hari kelima. LUAR BIASA!!!Ternyata kami bisa bertahan sampai detik ini.

Hari ketiga waktu pagi hari, seperti yang pernah kutulis dua hari yang lalu, kami masih bisa tersenyum. Dari 12 anak kost yang masih bertahan hingga hari ketiga tinggal empat orang. Dua orang perempuan di rumah induk dan dua orang laki-laki di rumah paling selatan. Oh ya aku lupa bercerita ibu kos kami memiliki tiga rumah bersebelahan, satu rumah induk dihuni kaluarga ibu kost dan tiga anak kost cewek. Sementara dua rumah dihuni anak kost cowok sebanyak 9 orang (kalau tidak salah itung, maklum tidak kenal semuanya.hehe..). Yang masih bertahan ada Sri, Pipit, Beni dan saya sendiri.
Aktivitas rutin berupa ngangkatin air dua kali sehari masih kami jalankan dengan ceria. Menginjak maghrib, gelap, cuma ada dua perempuan di rumah, mana kordennya sdh diambil ibu kostlagi. Ada satu desir yang menelisir dalam dada, nelangsa....
"Sri, aku rada takut juga nih...ada orang nggak ya di rumah sebelah (kosan sebelah-red)"ucapku. " Sudahlah..tidak apa-apa mung, we have romantic days...lihat ada lilin di setiap sudut rumah kita.."kata Sri sambil tertawa, berusaha menghibur.

Sri memang selalu tertawa dalam segala suasana, tapi tawanya yang ini jelas sekali dipaksakan. Kulihat ada genangan air juga di matanya. Aku??? Jangan ditanya, bukan cuma genangan air tapi banjir di wajahku. Hehe...Benar-benar Crying day.

"Eh ember kita yang ada gantungannya diambil anak sebelah sepertinya, kita ambil yuk! Sambil nengokin Beni, dia sendirian kasihan banget sich. Kita mending berdua, crying-crying juga ada teman buat gendu-gendu rasa"Kata Sri mencoba menetralkan suasana.

Jadilah kami ke rumah sebelah. Sebuah rumah tua yang cukup mengerikan kalau kubilang. Halaman belakang tampak tak terurus. Kayu-kayu bekas teronggok berserakan, jendela-jendelanya pun sebagian suda lepas dari engselnya. Sementara tiga buah sofa dengan pulungan lubang di badannya terduduk nelangsa di perbatasan kedua rumah. Seperti tidak ada kehidupan.Sepi, gelap. Robbi....

"assalamu'alaikum.Ben..Beni..."teriak kami dari pintu belakang. Beni yang kamarnya ada di lantai atas, sama sekali tidak ada reaksi. Kami panggil-panggil sampai lima kali, tetap sepi juga..

" Jangan-jangan pingsan itu anak, dia kan baru habis sakit"kata Sri lagi.

"Iyakah??paling takut dia, dikira halusinasi kali"kataku menimpali.

Setelah kami panggil lebih drai 10 kali barulah ada suara dari atas.

"Ada apa mba?Naik saja"Kata Beni

"Kamu kenapa dipanggil-panggil nggak nyahut? dikira halusinasi ya?"teriak Sri.Kami berdua berdiri di bawah tangga.

"Iya mba, aku kira halusinasiku saja. Aku sendirian nih, mau nemenin apa mba" kata Beni dengan suara sedikit bergetar. Rupanya dia ketakutan.Duh kasihan banget anak itu..

"Lha Pipit kemana? Tega banget sih meninggalkanmu sendirian. Sms Pipit aja, tanyain kemana dia pergi.Mbok kalian bareng saja, minimal kan ada teman ngobrol" saran Sri prihatin.

"Pipit lagi ketempat temannya. Nggak tahu pulang apa nggak. Aku juga nanti nginap saja lah tempat teman. Disini sendirian takut juga."Kata Beni. Nada suaranya terdengar sudah kembali normal.

"Iya gitu saja. Eh ember kita yang ada gagangnya disini nggak?"Tanya kami kembali

"Iya, ada di pojok. Tahu kan mba, yang biasanya."Kata Beni lagi

"Oh ya. Ya udah ya, timbang sendirian nginep tempat teman saja"Kataku, kemudian berlalu mengambil ember di kamar mandi pojok.

Sejam kemudian terdengar suara motor Beni yang egrek-egrek (maaf ya Ben, bukan maksud kami menghina motormu), terdengar keluar kosan.

"Syukurlah anak itu sudah pergi. Kasihan banget dia ketakutan."Kata Sri mengomentari.

"Haha...Lucu juga ya kita? Sambil crying-crying mengasihani diri sendiri, ternyata masih bisa juga kasihan dengan orang lain"Ucapku sembari tertawa kecut.

Belum ada 60 menit, Beni keluar, terdengar suara mesin motor yang cukup merdu. Dari suaranya ini pasti motor Pipit. Maklum diantara motor anak kost Belsam, motor Pipitlah yang kondisinya paling "prima".

"Kasihan banget Pipit sama Beni, keslisiban terus." kataku.

"Iya heran tuh anak-anak cowok, mbok ya bareng-bareng. masa kondisi seperti ini tidak merasa senasib sepenanggungan."jawab Sri

Hari ketiga itu kita tutup jam sepuluh malam. Dengan sisa air mata kami tertidur juga akhirnya.

Hari Keempat...

Jam enam pagi kami sudah sibuk nimba. Sumur kami terletak 1,5 meter dari pintu dapur. Alhamdulillah..jadi ngangkat air kekamar mandinya tidak begitu jauh. Keasyikan kami nimba, terhenti sejenak saat ada motor lewat. Wawan pulang sepagi ini.Kami menduga dia nginap tempat temannya. Selain Pipit dan Beni yang bertahan di kosan Belsam ini adalah Wawan. Tapi dia nggak pernah nginap di sini. Paling pulang bentar ambil barang keperluan terus pergi lagi. Sssttt...diantara anak Belsam dia yang paling rajin ke Masjid lho. Kabarnya sih dia aktivis tulen.

Aktivitas selanjutnya, seperti biasa. Aku persiapan ke kantor, sementara Sri berencana menghabiskan pagi dengan nongkrong di perpus.

Siangnya aku dan Sri menyempatkan diri ke Gerai Esia, beli pulsa sekalian numpang ngecharge. Pulangnya kami jalan-jalan dulu sekalian mencari keranjang buat ngepak barang. Rencananya hari minggu atau senin kami akan pindahan ke rumah baru.

Malam harinya kami habiskan dengan keluar makan malam, biasa menikmati gorengan anget plus ketupat di warung burjo ibunya Angga. Sebelumnya kami sempatkan main ke rumah baru ibu kost Belsam. Sambutannya??

"Sri ngapain ke sini lagi...?"Ibu kos tercinta, tega sekali dikau berkata begitu pada orang yang telah didholimi ini. Kemarin memang kami sudah main, menyambung silaturahim. Paling tidak mencegah benih-benih sakit hati di hati kami. Tapi ternyata sambutannya membuat kami makin nelangsa. Boro-boro minta maaf, prihatin juga enggak. Menghilangkan nafsu makan kami saja.Alloh tertutup apakah mata hatinya?
Selesai makan malam, kami pergi jalan-jalan ke sekitar kampus. Sekedar mengurangi nelangsa...
Pulang jalan-jalan sudah jam sembilan malam. Rencananya kami akan segera tidur. Tapi ternyata kami malah ngobroll sampai jam 12 malam. Ngobrolin kondisi kami, masa kecil kami, cita-cita kami. Semuanya..
Malam itu kami bener-bener rindu dengan suara-suara kehidupan. Suara Adi nyanyi di kamar mandi, anak-anak sebelah gitaran di teras belakang. Merindukan suara motor lewat bahkan. Suara motor Pipit yang paling merdu,muluss. Suara motor Beni yang egrek-egrek(hehe), suara motor Arif yang berisik bukan main, suara motor Adi yang paling tidak khas, suara motor Wawan yang selalu membuat kami bersembunyi, menyingkir. Kalau ditanya mengapa, aku tak tahu. Pekewuh saja kali. Terus terang hampir tujuh bulan bersebelahan, belum pernah tuh bertegur sapa sama Wawan.Yang paling sering ya sama Adi, soalnya dia yang paling sering bertandang ke rumah induk. Yang paling sering ngambil makanan waktu kami masak, tanpa permisi tentu saja. Paling kalau sudah masuk mulut, ketawa-ketawa. Memang lucu anak itu.
Akhirnya kami menyudahi obrolan malam itu. Kalau gak ingat besok harus kerja, mungkin kami akan ngobrol sampai subuh deh.
Bagaimana cerita hari-hari berikutnya?Nantikan saja kelanjutannya. Aku mau searching dulu buat bahan ngoceh di depan anak-anak. Babay...

Rabu, 27 Agustus 2008

HARI-HARI TANPA LISTRIK....

Pernahkah Anda mengalami hidup tanpa listrik ?? Di abad dua satu ini di sebuah kota kecil Purwokerto kami hidup tanpa listrik. What??? Hehe...bukan seluruh Purwokerto, tepatnya tempat kost kami. Tragis sekali harus bergelap-gelap ria, gara-gara ibu kost enggan melunasi tagihan listrik. hiks..hiks
Hari pertama kami masih bisa tertawa melihat kondisi kami. Mencoba ber-positif thinking.
"Kita harus bersyukur dengan apa yang terjadi pada kita. Masih untung listrik mati tapi bisa ambil air dari sumur. bayangkan orang-orang di gunung kidul sana harus berjalan puluhan kilo demi mendapat air. Itu pun tidak gratis. Kadang harus menjual sapi demi mendapat sejeligen air". Itu kata-kata yang kuucapkan untuk menghibur teman-teman yang mulai menggerundel.
Pagi-pagi bangun langsung menyingsingkan lengan baju, ambil ember sama timba. Biar ndak bosen ya sambil nyanyi-nyanyi. Lumayan, anggap saja olaraga angkat berat. Hehe...

Hari kedua pun tiba...alhamdulillah masih bisa tersenyum. Tapi terenyuh juga melihat tatapan kasihan para tetangga. Hiks..apalagi melihat ketidakpedulian ibu kost. Oh My God..Ternyata ikhlas itu tidak mudah. Pegel-pegel di bahu, lengan sama kaki karena ngangkat air pagi dan sore semakin menambah grundelan di hati. Belum lagi kalau malam tiba 'rumah kami' gelap gulita, sementara tetangga sekitar benderang oleh cahaya lampu. Air mata mulai mengintip di pelupuk mata.
Kalimat yang diucapkan pun mulai sedikit berbeda. Merasa di dholimi! ASLI. Bagaimana tidak kami kan bayar kost sama listrik sampai akhir bulan. Artinya kami masih berhak atas fasilitas sampai satu minggu ke depan.
"Ya sudah sekarang banyak-banyaklah berdoa untuk kebaikan. Doa orang yang terdholimi makbul, insyaalloh..." Ucapan kami untuk saling menghibur hati yang mulai nelangsa.
" Bakar saja sekalian yo mba.." Itu ucapan putus asa seorang Pipit. Aku paham bagaimana kecewanya. Bayangkan di hari wisudanya, harus tidur dalam gelap, tengah malam ngangkatin air demi bisa mandi pagi-pagi buta. Wisuda Kelabu, kami menyebutnya.

Hari ketiga....alhamdulillah kami masih hidup. Hehe...Bagaimana kondisi kami??Masih tanpa listrik!! Tunggu saja kelanjutan ceritanya...
Robbana...ajari kami makna sabar, ajari kami bersikap ikhlas...
Sabar yo nduk...Orang yang sabar disayang Alloh. Kata Orang bijak: sing sopo nrimo bakale ketrimo, sing sopo ngalah bakale berkah..
Ikhlaskan ya nduk...Insyaalloh kalau ikhlas kita akan mendapat yang pengganti yang lebih baik. Amien...